Kamis, 18 Oktober 2012

Rasanya Agak Tidak Adil, Anak Miskin itu..


Setiap hari, ada begitu banyak bayi di lahirkan, bersamaan dengan itu, ada juga begitu banyak bagian dari manusia yang mungkin kemarin kau lihat menghembuskan nafas terakhirnya dan kembali bersatu dengan bumi. 
Kemarin malam ibuku bercerita tentang anak laki-laki dari buruh cuci miskin, anak laki-laki itu masih sangat muda, mungkin baru sekitar 8 atau 9 tahun. Aku pernah melihatnya dulu waktu akau masih tinggal dirumah ibuku.  Anak laki-laki itu hitam dan kurus, seperti kebanyakan anak-anak pribumi, sedikit tidak terawat. Tapi waktu itu dia masih sangat sehat.
“ia terkena sakit mata, mata bangkak sudah 2 tahun. Mama sudah bilang sama ibu nya. Bawa nakanya kedokter specialis mata. Anaknya hampir buta. De tas-tas ransel kamu yang gak kepake boleh mama kasih orang?”
Kata ibuku saat menemaniku yang terbaring bosan diatas kasur. Maklum saja sudah 2 hari aku tidak boleh beranjak dari kasur kecuali pergi kekamar mandi.
“boleh, kalo ada yang mau baju sama sepatu uga boleh.  lalu kenapa gak dibawa kedokter?”
“ibunya bilang gak punya biaya”
“kenapa mama kasih uang, mamakan punya banyak uang?”
“udah,”
“terus? Kenapa gak sembuh”
“kemarin mama antar dia kedokter andi, lalu dokter andi bilang kena radiasi utravilet, lalu dokter andi kasih obat, sama buatkan kaca mata untuk menahan utravilet biar matanya gak tambah bengkak”
ultraviolet maksudnya? Terus?”
“tadinya udah agak mendingan, lalu kaca matanya dipecahin sama temen-temennya”
“loh kok? Masi SD kan ma”
“ia, gak taw anak SD sekarang jahat-jahat itu kaca matanya dibilang bohongan lalau dipecahin, belum bikin kaca mata lagi, tadi pagi Ibunya ketoko jual perak. Katanya anaknya mimisan gak berhenti-berhenti. Mama suruh dia bawa kedokter, dia bilang gak ada uang”
“ya emang gak ada uang. Cuci baju paling dapet berapa sih ma. Kenapa mama gak kasih uang lagi?”
“besok mama bawa dia kedokter andi lagi”
“yang bayar?”
“mama”
“o”
Hanya kata ‘o’ yang keluar dari mulutku. Aneh ya. Anak itu yatim, dan miskin, dakit pula. Tapi teman-temannya masih saja berlaku jahat dan tidak adil, padahal mereka masih SD, sudah tahu caranya menyiksa orang lain. Entah bagai mana rasanya jika para penyiksa itu ada dalam posisi anak sakit itu.
Sekarang aku memang sedang sakit. Typus dokter bilang. Tapi baru 4 hari belum 2 tahun, dan semakin hari semakin membaik. Aku punya cukup makanan untuk dimakan dan mama punya cukup uang untuk membawaku kedokter. Aku punya teman-teman yang mendoakan kesembuhanku sedangkan anak itu tidak. Terasa agak tidak adil baginya. Rasanya ingin menangis bagaimanan orang kecil terus menderita seumur hidup mereka dan banyak orang tidak peduli.
Dan rasa syukur itu hadir, aku memang tidak tinggal dirumah tapi aku terpelihara, mungkin kadang aku merasa sendiri, tadi aku tidak dibully, mungkin kadang aku merindu dan rindu itu tidak berbalas, mungkin kadang rasa sakit dan lelah juga bosan menghatui jantung dan hati tapi aku tidak sedang menderita, mungkin aku tersisih tapi aku tetap dikasihi, entah dari mana kasih itu, meski datang dan pergi.
“mama udah pulang, katanya mau kedokter andi?”
“gak jadi.”
“kenapa?”
“anak itu gak butuh dokter lagi.”
“udah sembuh?”
“anak itu udah mati”
“o”
Terasa agak tidak adil baginya. Rasanya ingin menangis bagaimanan orang kecil terus menderita seumur hidup mereka dan banyak orang tidak peduli.  Aku melemah, tapi aku tidak mati. Entah bagaimana wujud anak-anak kecil yang telah membuat satu nyama mati. Kalau mereka tahu, entah mereka akan merasa bersalah atau tidak. Kalaupun bukan mereka penyebabnya mereka memepercepat prosesnya.
Hari ini bumi berduka, hujan turun dengan deras. Satu lagi seorang anak buruh cuci miskin meningal dunia karna tidak tersedianya cukup uang untuk mengobati sakitnya. Karna tidak tersedianya cukup uang untuk membayar obat-obatan dan tenaga ahli untuk menopang kesembuhannya.
Hari ini bumi berduka, tapi tidak ada satu pun yang berubah, aku masih tetap akan bersekolah dan menjalani hari-hari seperti biasanya. Ibuku tetap bekerja, buruh cuci itu tetap berkeliling mencuci pakaian orang dengan rasa gamang, orang-orang disekelilingnya masih tetap berpangku tangan.
Tak ada yang berubah, Mr. Presiden masih duduk nyaman di istana negara, dan para petinggi negeri masih juga belum kenyang memakan uang rakyat. Para ulama, romo, dan pendeta masih menyelubungi diri dengan kesuciannya yang menjurus kearah munafik, Harga obat-obatan tidak juga menurun, dan anak-anak kecil nakal itu tetap tertawa sambil membully mangsa baru. Tak ada yang berubah, hanya pakaian-pakaian lusuh dan kasur kapuk  yang sepi menunggu pemiliknya kembali.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar